Panggung ini. Panggung yang megah untuk ditatapi. Panggung
yang indah untuk dipandangi. Panggung yang sempurna untuk dinikmati. Sesempurna
Sang Panglima yang selalu gagah perkasa menyelamatkan rakyat jelata. Setiap
minggu, di jam yang sama, di tempat ini, ia selalu bertekad untuk menyelamatkan
rakyat yang mempercayainya, baik dari Sang Raja, Sang Penyihir maupun Sang
Penjajah.
Baris ke-4 adalah tempat favoritku. Tak ada makna filosofis
dibaliknya. Aku hanya suka menatapnya dari baris ini. Tidak terlalu menengadah
maupun bersusah payah melompat-lompat. Kalau ingin dibuat filosofis, baris ke-4
melambangkan sudah 4 tahun aku menikmati panggung ini. Mengagumi Sang Panglima.
Itu dia mulai menyelamatkan rakyatnya. Ia selalu punya cara
untuk itu. Meskipun terlambat, namun bukan kah pahlawan selalu datang
terlambat? Tapi, kapan giliranku? Kapan ia menyelamatkanku dari ketidakadilan?
Ia telah terlambat bertahun-tahun sejak bedebah-bedebah itu merenggut harga
diriku. Ah, namun siapa diriku? Aku bahkan lebih rendah daripada rakyat jelata.
Aku hanya seorang narapidana yang menunggu kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar